OASE
MENIKMATI KEBENCIAN ORANG LAIN
(Pekanbaru, 13 Feb 2009, di ruang inspirasiku)
Secara kodrati manusia selalu memiliki sisi baik maupun sisi buruk dalam dirinya. Tergantung mana yang kecenderungan yang akan lebih menonjol terlahir. Namun satu hal yang perlu dicatat, seburuk-buruknya seseorang dalam pandangan kita bukanlah indikator mutlak yang dapat memvonis “harga” orang tersebut. Kita hanya memiliki sepasang mata yang kita gunakan untuk melihat, sementara orang lain memiliki beribu celah melakukan kebaikan yang kita tidak mengetahuinya.
Kebencian orang lain terhadap kita biasanya terlahir dari ketidak sesuaian nilai yang kita miliki dengan si penilai tadi. Ada standar yang berbeda, dan ada tanggapan sepontan dari orang yang menilai tersebut. Persoalannya adalah bagaimana menyesuaikan nilai. Setiap orang tentu saja memiliki standar nilai yang berbeda-beda, mungkin bagi si A perbuatan C sangat tidak sesuai bagi dirinya, tapi lain bagi si B, perbuatan C mungkin saja memberi efek positif bagi dirinya, dan dia memiliki alasan yang kuat mempertahankan pendapatnya.
Saudaraku, mari kita nikmati tiap kebencian yang ditujukan orang lain pada kita. Sebab pada hakikatnya, kebencian tadi memberi kekuatan bagi kita untuk mencari celah-celah kebaikan, meski hanya kebaikan-kebaikan kecil. Sebab esensi dari hal kecil tadi adalah kemuliaan niat yang kita tanam, sesuatu hal yang kecil akan bernilai besar apabila konteks niat telah terpasang dengan benar. Wallahu alam.
BERSYUKURLAH DENGAN KESEDERHANAAN
(Pekanbaru, 9 Feb 09, di sudut peraduan)
Ini adalah bingkisan pelajaran yang wajib direnungkan oleh siapa pun anda yang telah berkomitmen, mencita-citakan dan ambil bagian bagi kemenangan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan tahun ini. Perjuangan ini diliputi kesederhanaan di sana sini, dan itulah keistimewaan yang patut kita banggakan yang insyaallah akan mengantarkan kita pada kemulyaan. Tak perlu membandingkan dengan yang lain. Sebab kita memang dilahirkan untuk menjadi orang-orang yang berbeda, orang-orang yang bergelimang “keanehan” dalam pandangan orang lain. Tapi itulah kekuatan, siapa mengira kejayaan dan kemewahan justru malah mengantarkan kita pada pintu keterhinaan. Maka bersyukurlah dengan kesederhanaan. Tak perlu malu dengan kesederhanaan. Bukankah Sayyidina Umar bin Khatab kala ajal menjelang, beliau meminta untuk direbahkan setara dengan tanah yang dipijak? Sederhana bukanlah hina. Namun sebaliknya, sederhana adalah tirai kemulyaan yang hanya mampu disingkap oleh orang-orang yang bersyukur. Lalu bagaimana kita berjuang dengan kesederhanaan itu? Jamaah ini umumnya adalah kumpulan dari kesederhanan pribadi yang kemudian berhimpun menghasilkan sebuah kekuatan yang mampu mengalahkan kejayaan. Kuncinya adalah pada berhimpun tadi. Kesederhanaan yang sudah bersatu akan mengkristal menjadi energi penggerak luar biasa. Sebab ada faktor manusiawi, manusia terkadang akan bangkit dalam kondisi keterdesakan dan ketertekanan. Kondisi sulit dan sederhana justru menjadi mesin kekuatan yang patut diperhitungkan. Bagaimana kita bisa menjamin diri kita mampu bangkit dalam kondisi serba berkecukupan? Bukankah kesederhanaan ini adalah kekayaan berharga yang Allah SWT titipkan kepada kita.
Akan sangat beruntung apabila kita menjadi para ahli syukur. Sebab merekalah orang-orang yang teruji dan mampu bertahan dengan multi kondisi yang mereka hadapi. Dan persoalan kesederhanaan maupun kejayaan bukanlah masalah bagi si ahli syukur, karena pada prinsipnya kedua-duanya adalah anugrah penuh hikmah dari Sang Khalik yang harus diterima oleh si hamba.
Persoalannya terkadang ada rasa ketakpedean terhadap kesederhanaan pribadi yang kita miliki. Mungkin itu bagian dari ketakbersyukuran kita. Bukankan Allah SWT menyuruh kita untuk selalu belajar dari orang-orang yang jauh lebih sederhana dari kita? Sesederhana apapun hal yang Allah SWT berikan pada kita, sesungguhnya itu adalah takaran rezeki dari Allah SWT yang sudah sangat pas dengan kita. Sebab kita tak pernah bisa menjamin tingkat kesyukuran kita pada level kejayaan. Maka, bersykurlah dengan kesederhanaan yang dianugrahkan. Wallahu ‘alam bi shawab.
0 komentar:
Posting Komentar