Artikel
Lemak Ayam Cegah Global Warming
Pemanasan global (global warming) merupakan suatu kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi sebagai dampak penimbunan gas rumah kaca di atmosfer. Peningkatan gas-gas ini dipicu oleh pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya ke udara. Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, melaporkan bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet bumi semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir.
Pemanasan global (global warming) merupakan suatu kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi sebagai dampak penimbunan gas rumah kaca di atmosfer. Peningkatan gas-gas ini dipicu oleh pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida (CO2) dan gas-gas lainnya ke udara. Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, melaporkan bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet bumi semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir.
Bidang peternakan disebut-sebut sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar, Menurut laporan Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock's Long Shadow-Environmental Issues and Options), peternakan adalah penggerak utama dari penebangan hutan, kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak. Bidang peternakan sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca yang cukup besar dibuktikan dengan beberapa fakta yang dikemukakan oleh FAO; penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG), Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Kenyataan ini menuntut para ilmuan berpikir keras untuk mengimbangi kontribusi buruk bidang peternakan dengan kontribusi positif yang dapat disumbangkan untuk mengurangi dampak pemanasan global.
Arkansas seorang peneliti dari daerah Fayetteville Amerika, menemukan bahwa lemak ayak gemuk yang sangat banyak mengandung kolesterol ternyata bisa dijadikan bahan bakar alternatif biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati atau lemak hewani. Sifatnya lebih ramah lingkungan, kontribusi CO2 yang disumbangkan oleh biodiesel ke udara hanya mencapai angka 10 ppm, jauh lebih rendah dibandingkan solar yang mencapai angka 40 ppm.
Penggunaan lemak ayam sebagai bahan baku biodiesel (bahan bakar ramah lingkungan) memiliki banyak keuntungan tersendiri. Dari segi ekonomis, pemakaian lemak ayam sebagai bahan baku biodiesel merupakan bentuk pemanfaatan limbah secara efisien. Bagian lemak dari seekor ayam biasanya merupakan bagian yang tidak dikonsumsi. Dibandingkan dengan bahan baku biodiesel yang berasal dari lemak nabati seperti CPO (Crude Palm Oil), biji jarak dan biji matahari, lemak ayam relatif lebih murah dan mudah didapatkan. Dari satu ekor ayam broiler ukuran sedang dapat dihasilkan kurang lebih 100 gram lemak yang menempel pada bagian ampela dan ekor. Ayam broiler merupakan jenis ayam hasil persilangan genetika yang dianggap memiliki kecepatan tumbuh paling cepat, ayam ini mampu membentuk 1 kg daging dalam kurun masa 30 hari.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ella Pandia (2009), mahasiswa FMIPA Kimia Universitas Riau menunjukkan kondisi operasi optimum dalam produksi biodiesel dari bahan baku lemak ayam melalui reaksi metanolisis dengan menggunakan katalis kalsium karbonat (CaCO3¬) mencapai angka 75%. Lemak ayam diubah menjadi bentuk biodiesel dilakukan dengan cara mereaksikan lemak ayam yang telah diubah ke dalam bentuk minyak dengan suatu alkohol (metanol) yang telah dicampur dengan katalis (pemercepat laju reaksi) CaCO3, dan selanjutnya dilakukan proses pemanasan. Angka operasi optimum sebesar 75% di atas dimungkinkan dapat meningkat apabila dilakukan proses variasi katalis yang digunakan. Arkansas bahkan menyebutkan bahwa angka operasi optimum ini dapat mencapai 90% menggunakan metoda yang disebut Supercritical Methanol. Pada metoda ini lemak ayam dipanaskan pada tekanan tinggi sampai mencapai critical point-nya atau titik kritisnya, yaitu temperatur dan tekanan tertinggi dimana uap dan cairan suatu zat berada dalam kondisi kesetimbangan.
Pemanfaatan lemak ayam sebagai bahan baku biodiesel sebagai upaya penyediaan bahan bakar ramah lingkungan disamping solusi yang cukup ekonomis juga merupakan alternatif yang sangat kreatif dan memungkinkan mengingat tingginya angka pemotongan ayam ras rata-rata per tahunnya. Berdasarkan data statistik peternakan Propinsi Riau (2008) rata-rata angka pemotongan ayam ras di Propinsi Riau dari tahun 2003 sampai 2007 mencapai angka 26.486.567,2 kali pemotongan.
(Oleh: Sugiarti/ bergiat FLP Riau dan Tabloid Ar-Royyan UNRI)
Arkansas seorang peneliti dari daerah Fayetteville Amerika, menemukan bahwa lemak ayak gemuk yang sangat banyak mengandung kolesterol ternyata bisa dijadikan bahan bakar alternatif biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui seperti minyak nabati atau lemak hewani. Sifatnya lebih ramah lingkungan, kontribusi CO2 yang disumbangkan oleh biodiesel ke udara hanya mencapai angka 10 ppm, jauh lebih rendah dibandingkan solar yang mencapai angka 40 ppm.
Penggunaan lemak ayam sebagai bahan baku biodiesel (bahan bakar ramah lingkungan) memiliki banyak keuntungan tersendiri. Dari segi ekonomis, pemakaian lemak ayam sebagai bahan baku biodiesel merupakan bentuk pemanfaatan limbah secara efisien. Bagian lemak dari seekor ayam biasanya merupakan bagian yang tidak dikonsumsi. Dibandingkan dengan bahan baku biodiesel yang berasal dari lemak nabati seperti CPO (Crude Palm Oil), biji jarak dan biji matahari, lemak ayam relatif lebih murah dan mudah didapatkan. Dari satu ekor ayam broiler ukuran sedang dapat dihasilkan kurang lebih 100 gram lemak yang menempel pada bagian ampela dan ekor. Ayam broiler merupakan jenis ayam hasil persilangan genetika yang dianggap memiliki kecepatan tumbuh paling cepat, ayam ini mampu membentuk 1 kg daging dalam kurun masa 30 hari.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ella Pandia (2009), mahasiswa FMIPA Kimia Universitas Riau menunjukkan kondisi operasi optimum dalam produksi biodiesel dari bahan baku lemak ayam melalui reaksi metanolisis dengan menggunakan katalis kalsium karbonat (CaCO3¬) mencapai angka 75%. Lemak ayam diubah menjadi bentuk biodiesel dilakukan dengan cara mereaksikan lemak ayam yang telah diubah ke dalam bentuk minyak dengan suatu alkohol (metanol) yang telah dicampur dengan katalis (pemercepat laju reaksi) CaCO3, dan selanjutnya dilakukan proses pemanasan. Angka operasi optimum sebesar 75% di atas dimungkinkan dapat meningkat apabila dilakukan proses variasi katalis yang digunakan. Arkansas bahkan menyebutkan bahwa angka operasi optimum ini dapat mencapai 90% menggunakan metoda yang disebut Supercritical Methanol. Pada metoda ini lemak ayam dipanaskan pada tekanan tinggi sampai mencapai critical point-nya atau titik kritisnya, yaitu temperatur dan tekanan tertinggi dimana uap dan cairan suatu zat berada dalam kondisi kesetimbangan.
Pemanfaatan lemak ayam sebagai bahan baku biodiesel sebagai upaya penyediaan bahan bakar ramah lingkungan disamping solusi yang cukup ekonomis juga merupakan alternatif yang sangat kreatif dan memungkinkan mengingat tingginya angka pemotongan ayam ras rata-rata per tahunnya. Berdasarkan data statistik peternakan Propinsi Riau (2008) rata-rata angka pemotongan ayam ras di Propinsi Riau dari tahun 2003 sampai 2007 mencapai angka 26.486.567,2 kali pemotongan.
(Oleh: Sugiarti/ bergiat FLP Riau dan Tabloid Ar-Royyan UNRI)
2 komentar:
Kok Bisa ya....
ya Iyya lah..Mipa gitu loh..
Posting Komentar